2004/01/11

Fresh dan mengharukan dari Faiz

Anak kecil yang pengen ikut2an politik.. heh lo belajar dulu deh. kencing aja blom lurus mo ngatur negara... ntar tambah acak2an sapa yang tanggung jawab ???

Hari ini Faiz pulang cepat dari sekolah. Sambil bermain komputer, ia
menanyakan berbagai hal tentang Pemilu 2004. Tentang KPU,usia pemilih
dan yang dipilih, tentang artis yang menjadi caleg, tentang apa dan
siapa yang disebut politikus busuk, soal bagaimana mekanisme pemilihan
bagi para tunanetra dan masih banyak lagi. Saya sampai kewalahan
menjawabnya. Ia terus mengoceh ini itu. Saya katakan, "bagaimana kalau
Faiz tulis apa yang ingin Faiz sampaikan seperti biasa? Siapa tahu bisa
jadi puisi bagus?"

"Iya, Bunda," katanya ringan.

Tapi kemudian ia menghilang dan saya temukan sedang asyik membaca buku
cerita "Kluntung Waluh" di garasi. Satu jam kemudian ia sudah sibuk
menceritakan kembali isi buku tersebut pada kedua pembantu kami.
Kluntung Waluh bercerita tentang seorang anak kecil miskin yang lahir
tanpa kaki dan tangan. Namun ia tak pernah mengeluh dan rajin membantu
ibunya. "Anak kecil aja bisa begitu!" seru Faiz.

Ia kembali masuk ke kamar dan duduk di depan komputer. Saya pikir, ia
akan bermain game atau menulis tentang Kluntung Waluh yang telah
menyentuh hatinya. Ternyata tidak.

Menjelang salat jum'at, jadilah puisi di bawah ini. Puisi yang sangat
menyentuh bagi saya, hingga saya menitikkan airmata. Dan sambil
memiringkan kepalanya, menatap saya serius, Faiz malah bertanya,
"Mengapa sih bunda menangis lagi karena puisi?"

SAJAK ANAK 8 TAHUN, MENJELANG PEMILU

Bunda
mengapa anak 8 tahun
tak boleh ikut pemilu?

Karena kalau kami bisa memilih
kami akan pilih
mereka yang berbudi
dan selalu peduli
yang tak pentingkan diri sendiri
tak pernah melanggar hukum
serta paling anti korupsi.

Kami pasti memilih
mereka yang berwawasan
namun takut pada Tuhan.

Tak usah tawari kami uang
apalagi permen atau mainan
kami tiada sudi.
sebab kami pemilih sejati
yang rindu senyuman negeri.

maka orang-orang yang tak bersih
menyingkirlah dari jalan ini.

Bunda, mengapa anak 8 tahun
tak boleh memilih
dan harus menunggu
sampai 2014?

Sebab andai bisa memilih
dalam pemilu ini,
kami akan pastikan yang terbaik
bagi Indonesia.

( 9 Januari, 2004, Abdurahman Faiz)